Sabtu, 21 April 2012

Antara Maya dan Nyata

Hubungan tidak terjadi oleh satu orang, tetapi dibutuhkan dua orang untuk menjalin sebuah hubungan. Aku Mita, seorang wanita remaja yang sedang mencari jati diri di antara dunia maya dan dunia nyata. Sudah hampir setahun lebih kami mengenal satu sama lain. Komunikasi pun sering kami lakukan baik itu di dunia maya bahkan di kenyataan hidup ini. Mengenalnya bagaikan sinar senja yang sangat menghangatkan jiwa ini, yang selalu ada di setiap waktu dan pikiranku. Hangatnya jiwa ini membuat bibir ini tersenyum berseri, hari-hariku kini semakin lebih berwarna akan kehadirannya di dunia maya yang kini berlanjut ke dunia nyata. Aku tak pernah menyangka sebelumnya ini bisa terjadi. Dia menyukai diriku adalah sebuah kabar yang membuatku semakin tersenyum lebar. Menyatakan rasa sukanya dengan hembusan angin laut yang membuat jiwa ini semakin tenang. Tak mungkin penolakan ku berikan. Karena tak terasa jiwa ini telah penuh rasa kagum untuknya. Yang ada hanya pernyataan "Ya begitulah" yang kuberikan kepadanya. Mengawali dan menjalani hubungan dengannya pasti kan lebih bahagia. Aku yakin itu.

Sekarang sudah hampir 4 bulan saya menjalani hubungan berpacaran dengannya. Yang ada dijiwa dan pikiran ini hanya rasa bahagia yang kuterima dari nya. Perhatian dan kata-kata romantisnya membuatku semakin terhanyut untuk membuatnya dia begitu selamanya. Pernah terlintas dipikiran ku untuk menikah dengannya kelak. Tetapi apakah dia akan menunggu ku yang sekarang sedang menginjak pendidikan tinggi ?. Ini lah pertanyaanku yang sangat ku pikir-pikir matang.
Dan pertanyaan itu pernah dijawab olehnya dengan kata-kata yang sangat menenangkan hatiku. 
Tapi keraguanku muncul lagi, masih terkait dengan gengsi nikah muda. Sebenarnya tidak ada salahnya bukan menikah muda, temen-temen juga banyak yang menikah muda. Tetapi paradigma di keluarga berkata lain. Menikah muda membuatku takut dengan sindiran dari keluarga. Sesungguhnya sebagai seorang wanita yang baru beranjak dewasa, dan belum sampai umurku menginjak kepala dua masih belum terbayangkan kehidupan berumah tangga. Plus minusnya menikah di usia dini pun belum ku ketahui. Jika hidup telah dikodratkan, kenapa harus ada yang namanya memilih?

Kemarin malam dia bertanya kepadaku dengan wajah yang serius dan dengan kemantapan hatinya perihal kesiapanku untuk dinikahi olehnya. Untuk seorang perempuan pertanyaan itu adalah sebuah pentanyaan sakral yang dalam menjawabnya tidaklah mudah. Tingkat keyakinan dan kesiapan dapat diukur dari mana?? Sungguh siap atau tidak siapnya diri ini, ku belum mengetahuinya.Apakah ini yang dinamakan ragu? apakah ini yang  dinamakan masih labil?. "Sesungguhnya keragu-raguan itu datangnya dari syetan. Dan keyakinan itu datangnya dari Allah."

Jika dia memang dikodratkan untuk menjadi jodohku dunia akhirat maka ku memohon kepada-Mu Tuhan semesta alam, pemilik segala cinta. Maka berikan aku keyakinan teguh atas dirinya. Aku tahu Kau tidak membiarkan kami hanya berharap belaka, karena yang ku yakini bahwa doa ku Kau berikan 3 pilihan : pertama, Kau mengabulkannya, kedua, Kau menundanya sampai waktu yang tepat, dan yang ketiga, Kau memberikan yang lebih baik dari apa yang kuminta. Inilah keyakinanku akan keajaiban berdoa memohon kepadamu Yaa Tuhan.

Aku, sekarang ini hanya ingin memastikan keyakinan diriku. Semua akan indah pada waktunya. Aku yakin itu.

                                                 ************************

Ini kisah Mita, mana kisahmu?? :D
Tunggu kisah selanjutnya dari Mita, seorang anak remaja yang beranjak dewasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar